Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah
hadir di acara Grand Final Miss Indonesia 2008 di Jakarta Convention
Center
“Kedatangan kita untuk memberikan data dan dukungan moral kepada KPK agar membongkar lebih dalam persoalan korupsi di Banten,” kata Direktur Eksekutif Aliansi Independen Peduli Publik (Alipp) Uday Suhada yang tergabung dalam Jawara Banten di Gedung KPK, Jakarta.
Dia mengatakan, persoalan korupsi di Banten yang menjerat Tubagus Chaery Wardana, adik dari Ratu Atut, bukan hanya yang berkaitan dengan pemberian suap kepada Ketua MK nonaktif, Akil Mochtar.
Menurut Uday, dalam surat pencegahan para tersangka dan Ratu Atut yang dikirimkan KPK kepada Imigrasi tertulis bahwa pencegahan dilakukan bukan terkait penyidikan kasus dugaan suap kepada Akil saja, melainkan berkaitan dengan penyelidikan seputar pemilihan kepala daerah dalam periode 2011-2013.
“Artinya tidak menyangkut persoalan korupsi atau suap di Lebak dan Tangerang, tapi justru yang terjadi korupsi yang lebih besar pada 2011, yakni penggelontoran dana hibah Rp 340 miliar dan bansos Rp 60 miliar oleh Atut pada 221 lembaga pada saat itu. Itu sudah kita laporkan pada Agustus 2011 ke KPK,” kata Uday.
Dia juga mengungkapkan bahwa Tubagus alias Wawan menguasai sebagian besar proyek pembangunan di Banten dan Tangerang Selatan. Wawan, katanya, seorang pengusaha biasa, tetapi ia memanfaatkan kedekatannya dengan Atut dan istrinya, Wali Kota Tangerang Airin Rachmi Diany, untuk mengatur proyek pengadaan di Banten.
“Dia jadi orang yang paling berperan mengatur berbagai proyek pembangunan di APBD Banten dan Tangsel karena istrinya kan Airin Wali Kota di Tangsel. Jadi, siapa pun yang melakukan proyek pembangunan di Banten, itu harus melalui dia,” ujar Uday.
Bahkan, lanjutnya, perusahaan yang mendapatkan proyek di Banten melalui Wawan diminta memberikan fee 30 persen dari nilai proyek. “Karenanya, dia adalah kunci utama kehidupan Atut terkait proyek tadi,” tambahnya.
Menurut Uday, beberapa proyek di Banten yang diselewengkan, di antaranya, pengalihan dana penguatan jalan Pandeglang-Serang ke lahan parkir Karang Sari di Pandeglang tanpa persetujuan DPRD; pembangunan rumah sakit di Balaraja; serta penyelewengan dana hibah dan bansos yang nilainya meningkat menjadi Rp 400 miliar.